Ikang Fawzi dan Ian Antono dalam Hanya Satu Kamu, Lagu untuk Marissa Haque.

Ikang Fawzi dan Ian Antono dalam Hanya Satu Kamu, Lagu untuk Marissa Haque.
Ikang Fawzi dan Ian Antono dalam Hanya Satu Kamu, Lagu untuk Marissa Haque.

Iklan Vitacimin Marissa Haque

Iklan Vitacimin Marissa Haque
Produksi PT. Rana Artha Mulia FIlms

Cinta Ikang Fawzi pada Pandang Pertamanya pada si Cantik-berbakat Marissa Haque

Cinta Ikang Fawzi pada Pandang Pertamanya pada si Cantik-berbakat Marissa Haque
Film Tinggal Landas buat Kekasih, Skenario Allah SWT untuk Ikang Fawzi dan Marissa Haque, Menjadi Jodoh Abadi Mereka Berdua Selamanya (Foto Adegan Ending Film: "Tinggal Landas buat Kekasih")

Hutang Budi Ikang & Marissa

Hutang Budi Ikang & Marissa
Sophan Sophiaan (Alm) adalah Bapak Kami Berdua (Ikang dan Marissa)

Lagu "Hanya Satu Kamu": oleh Ikang Fawzi (Sumpah Janji Ikang Fawzi untuk Marissa Haque)






Lagu "Marry Me" Karya Ikang Fawzi untuk Marissa Haque 2011 (HUT 25 Tahun Pernikahan)

Gekbrong 3-7-1986 sampai 3-7-2011 Lagu "Marry Me" Karya Ikang Fawzi untuk Marissa Haque 2011 (HUT 25 Tahun Pernikahan)

Film: "Yang Kukuh dan Yang Runtuh" (Komitmen Cinta Ikang & Icha, 1985)

Film: "Yang Kukuh dan Yang Runtuh" (Komitmen Cinta Ikang & Icha, 1985)
Kami Berdua Semakin Memerlukan Bertemu Setiap Hari

In Holland, Ikang Fawzi & Marissa Haque dalam FIlm ke 2 Produksi Sendiri

In Holland, Ikang Fawzi & Marissa Haque dalam FIlm ke 2 Produksi Sendiri
Yang Tercinta Shooting di Belanda, PT RAM Films

Sabtu, 07 November 2009

Gebyar Promo Oil of Olay, Marissa Haque, Soraya Haque, Shahnaz Haque 2009

Acat, Kapanlagi.com

Kecantikan trio Haque yakni Marissa, Soraya, dan Shahnaz masih bersinar di usia mereka yang bisa dibilang tidak muda lagi. Tak heran jika akhirnya mereka dinobatkan sebagai ikon salah satu produk kecantikan, padahal di tahun ini usia Marissa 47 tahun, Soraya 44 tahun, sementara Shahnaz 37 tahun.

Dijumpai di acara Olay 7 Wanita 7 Rahasia Dengan Hati di Restoran Kembang Goela, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (18/8), Marissa menuturkan untuk menjaga kesehatan kulit, biasanya keluarga mereka memilih perawatan yang khusus. Pasalnya, peluang mereka menderita kanker lebih besar karena menurun secara genetika.

“Untuk umur saya yang segini ini bukan lagi memakai pelembab, tapi serum, karena keluarga kami mempunyai genetic cancer, jadi lebih cepat menopause dan cenderung kulit kering. (Tapi) yang paling penting adalah think beauty is think happy,” kata Marissa.

Soraya menambahkan jika bertambahnya usia sama sekali bukan masalah dalam keluarga mereka. Malahan menjadi tua adalah sesuatu alami yang bahagia. “Kalau merasa tua itu akan beda dengan menjadi tua. Kalau merasa tua, apa yang ada di dalam pikiran yang harus kita takutkan adalah bagaimana kita bertambah usia tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk orang lain,” katanya.

Shahnaz juga ikutan berbagi tips rahasia mereka untuk selalu menjaga kestabilan kecantikan. Kuncinya hanya satu, selalu merasa bahagia walau sedang ada masalah.

“Kita bahagia, ketawa-ketawa, tidak mengumbar kesedihan itu akan tetap akan kelihatan muda. Berhentilah mengeluh karena memang lebih banyak mengeluh daripada senang. Kalau mengeluh terus, matinya cepat deh,” ujarnya seraya tersenyum. (kpl/gum/boo)

“Aminah” Buku Pertama Karya Marissa Haque

Oleh: Marissa Haque Fawzi, PT. Rosda Karya Bandung, 2000.

Aminah adalah seorang gadis kecil berjilbab. Ia hidup didaerah kumuh yang berdebu ditepi pantai Sampur, Jakarta.

Rumah-rumah disana terbuat dari papan dan kardus bekas. Sampah menggunung. Kaleng-kaleng bekas yang sudah berkarat bertebaran disana-sini. Dicelah-celah jendela, jemuran-jemuran bergantungan menunggu kering. Sebagian lagi bergantungan diatas tali-tali yang terbentang.

Aminah tinggal bersama ibunya. Setiap hari setelah selesai sholat Subuh, mereka menerima cucian yang dititipkan oleh keluarga-keluarga kaya dari luar lingkungan mereka. Sehabis menjemur semua pakaian tersebut, Aminah pergi bermain-main kepantai didekat rumahnya. Biasanya ia bermain diantara karang-karang diatas pasir. Terkadang beberpa anak kecil lainnya bermain bersamanya.

Pada kesempatan lain, ia lebih suka sendirian. Berdiam diri memandang gelombang pasang yang berkejaran menerpa karang. Dibiarkannya desir angin memainkan ujung-ujung jilbabnya.

Malam harinya Aminah berjualan kembang. Aminah mengelompokkan kembang tersebut sesuai warnanya; mulai dari warna merah muda, jingga, putih, dan ungu. Bersama Halimah sahabatnya mereka menjual bunga-bunga tersebut dijalan dekat lampu merah. Disana banyak anak-anak sebayanya bermain-main.

Malam itu tak ada bulan. Bintangpun enggan menampakka dirinya. Langit hitam pekat tertutup awan. Walaupun malam terasa panas, kedua anak itu menggigil kedinginan sampai ketulang sumsum.

Aminah dan Halimah berjalan menjajakan kembangnya. Mereka sampai disebuah jalan yang penuh dengan lampu beraneka warna. Hingar binger kendaraan bermotor dan orang-orang yang berlalu lalang.

Tercium bau garam laut bercampur bau polusi yang berasal dari knalpot kendaraan-kendaraan bermotor yang bunyinya memekakkan telinga.
Aminah dan Halimah berjalan dianata mobil-mobil. Menawarkan kembang kepada para pengendara. Ketika bunyi klakson nyaring menyentak, Aminah dan Halimah buru-buru menyingkir.

Seorang wanita tertarik membeli lima tangkai kembang. Aminah dan Halimah tidak dapat menatap wajahnya, karena hanya tangannya saja yang terjulur keluar melalui celah jendela mobil. Wanita itu memberikan uang lima ribu rupiah.

Ketika lampu berubah warna menjadi hijau, mereka berdua kembali duduk sambil menatap kendaraan-kendaraan yang melaju kencang. Lampu-lampu jalan yang bersinar sangat terang, membuat bayangan pohon disekitarnya menjadi semakin dalam. Angin laut bertiup sepoi-sepoi. Udara makin dingin. Malam semakin larut.

Tiba-tiba terdengar bunyi tangisan keras yang menimpali bunyi kendaraan yang berlalu lalang. Aminah tahu siapa yang menangis. Segera didatanginya suara itu.

Seorang anak lelaki menggeliat diatas pangkuan ibunya. Sang ibu menepuk-nepuk punggung sang bocah sambil bersenandung lirih sampai sang bocah tertidur.

Aminah melihat kacang rebus jualan si ibu masih menggunung, belum laku. Ah, kasihan sekali. “Apa khabar Aminah? Banyak laku jualanmu?”, sapa ibu penjual kacang rebus itu. Namanya Ibu Rimpi. “Baru sedikit,” jawab aminah.

“Anakku ini menangis terus sepanjang hari. Tapi kami tak dapat pulang dulu krtumah kalau belum dapat uang. Lihat jualanku hari ini masih sangat banyak tersisa.” Senyum ibu Rimpi terlihat sangat getir sembari menatap wajah-wajah cilik dihadapannya yang manis, jujur, dan polos serta mempunyai kulit yang halus, mata yang bening, dan senyum yang tanpa beban.

Tiba-tiba anak lelakinya menangis lagi. Maka tahulah Aminah dan Halimah bahwa anak lelaki tersebut kelaparan dan kedinginan.

Dengan uang lima ribu rupiah hasil penjualan mereka malam itu, Aminah dan Halimah bergegas membeli makanan dan minuman hangat di sebuah warung dipinggir jalan dekat tempat mereka mangkal. Uang sebanyak itu cukup untuk membeli empat gelas teh manis dan lima potong pisang rebus. “Ah, betapa mahalnya harga makana sekarang ini,” gumam Aminah.

Aminah dan Halimah membawakan makanan dan minuman itu ketempat Ibu Rimpi dan anakknya. Mereka berempat melahapnya dengan nikmat.

Tiba-tiba Aminah merasakan perutnya sakit bukan alang kepalang. “Ya Allah…apa yang terjadi dengan diriku ini?”, gumamnya. Halimah, Ibu Rimpi dan anak lelakinyapun terlihat kesakitan. Mereka semua limbung dan jatuh ketanah.
Tiba-tiba dunia terasa semakin kelam dari malam sesungguhnya. Aminah tak mampu lagi bernafas. Namun ia masih berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dalam lemahnya ia berdoa: “La ilaha Illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzalimiin.” Yang artinya ‘Maha suci Engkau, Maha Mulia Engkau, hamba ini seorang aniaya’ (doa Nabi Yunus ketika diperut ikan Paus). Tidak ada tempat lain untuk berlindung serta memohon pertolongan kecuali kepada Nya.

Aminah keracunan makanan. Semua terjadi akibat pabrik-pabrik yang tak bertanggung jawab membuang limbah di Teluk Jakarta, dilokasi Aminah didaerah Sampur. Lalat-lalt berterbangan diparit-parit dan jamban-jamban dekat rumahnya. Menghinggapi makanan dan minuman yang dibelinya, meninggalkan racun dan kotorannya disana.

“Ya Allah setelah Ayahku meninggal karena TBC dua tahun yang lalu, bagaimana nanti nasib ibuku? Siapa nanti yang akan membantunya menyucikan pakaian? Bagaimana nanti dengan nasib Halimah, Ibu Rimpi dan anaknya…?” tangis Aminah.

Tiba-tiba tercium bau semerbak, wangi sekali. Langit kelam tiba-tiba menjadi terang. “Apa yang terjadi? Dimanakah aku?” Aminah kebingungan. “Apa yang harus aku lakukan?”

Desir ombak terdengar. Semakin lama semakin keras. Kaki-kaki mungil Aminah serasa menginjak air laut ditepi pantai. Anginpun seakan membisikkan sesuatu ditelinganya.

Aminahpun teringat akan kembang yang masih digenggamnya. Dipandanginya sesaat, sampai tiba-tiba terbersit sesuatu didalam pikirannya. Dilemparkannya kembang-kembang itu dilangit.

Langit pekat berganti terang, cahaya putih bersinar, membuat bintang-bintang tampak terang benderang. Aminah melihat orang-orang berhenti bercakap-cakap. Tak ada lagi deru kendaraan yang membisingkan. Wajah orang-orang terlihat bersih dan bersinar, menebar senyum dimana-mana. Betapa tenteram, betapa indah.

Perlahan Aminah berjalan meyusuri tepian pantai, pulang kerumah. Sendirian, terlepas dari kerumunan orang banyak. Mengikuti arah sinar, nun didepan sana. Samar-samar terlihat bayangan ayahnya. Tapi Aminah merasa tak pasti. Ia terus membaca shalawat. Mengayuhkan kaki kecilnya, ia ingin menemui ibunya dirumah.

Aminah terus berjalan dibawah kaki langit yang penuh rahasia. Ditatapnya taburan cahaya yang bersinar. Bintang-bintang nun jauh disana adalah miliknya.

Cerita ini Diterbitkan oleh PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, pada tahun 2000

Rabu, 04 November 2009

Inspirasi Delta Radio Bandung: Marissa Haque

Riangnya Marissa Haque Take VO untuk FeMale Moments

Siapa tak kenal Marissa Haque? Untuk terhubung dan bertemu dengan ibu dua anak ini memang bukan perkara gampang. Bukan saja karena kesibukannya sebagai public figure dengan jadwal syuting yang padat, tapi juga karir politiknya yang menuntutnya untuk berkonsentrasi mewakili masyarakat di DPR. Belum lagi mengurus Marissa Haque Parenting School, sebuah lembaga edukasi yang sering mengadakan kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Urusan keluarga juga masih menjadi prioritasnya.

Duh, Mba Icha, mikirinnya aja udah cape duluan... Hehe...
Sejatinya, rekaman suara Icha - panggilan akrab Marissa Haque - akan dilakukan di studio FeMale Bandung. Tapi karena jadwalnya tidak juga cocok untuk bertemua di Bandung, akhirnya diputuskan untuk melakukan take VO ini di Jakarta. Ceritanya Bandung nebeng studio di Jakarta, hihi.. Big thanks untuk teman - teman FeMale Jakarta..

Alhamdulillah, tercapai juga jadwal untuk melakukan take VO. Kamis, 13 Agustus 2009 kami bertemu di Ratu Plaza, markasnya FeMale Radio, pukul 14.15 WIB. Begitu masuk ruangan, Icha langsung foto di samping lofo FeMale, "Saya suka logonya, apalagi warnanya Green, mencerminkan cinta lingkungan banget," katanya.

Biasanya Icha melaksanakan puasa Senin-Kamis. Namun hari itu, ia mengaku sedang kelelahan setelah syuting dari daerah pelosok Jakarta. Sambil makan siang, kami terlibat pembicaraan yang seru seputar keluarga, politik dan hukum di Indonesia. FeMale berhasil dibuat lupa, bahwa yang dihadapi adalah seorang artis, tidak sempat menanyakan gossip - gossip terkini. Haha... It was fun though, Icha memang memiliki inner dan outer beauty yang menawan!

Tak menunggu lama, take VO langsung dilaksanakan di ruang Produksi. Kak Tony, the production man, membimbing rekaman suara kali ini. Insert sebanyak 20 kali tuntas dikerjakan dalam satu jam. Yes guys, it only took 60 minutes! Itu pun masih diselingi dengan bercanda, foto - foto (again! Hehe), dan re-take untuk beberapa VO yang kurang sempurna.

Hari itu kami baru saja saling memberi. Marissa Haque menyumbangkan kontribusinya untuk FeMale Bandung, dan FeMale Bandung juga memberikan nostalgia pengalaman menjadi penyiar, sebuah profesi yang juga sempat dijalaninya bertahun - tahun lalu di Radio Utan Kayu Jakarta.

Selesai take VO, waktu menunjukkan pukul 16.15 WIB. Agenda Icha hari itu sudah tuntas dikerjakan. Tinggal pulang dan bertemu keluarganya tercinta di rumah. Nantikan hasil rekaman kami bersama Marissa Haque di FeMale Moments, persembahan 96.4 FeMale Radio Bandung selama Ramadhan. Sampai jumpa di FeMale Inspirasi Ramadhan!

Sumber: http://www.matabumi.com/cerita/marissa-haque-amp%3B-delta-radio-bandung

Cari Blog Ini

Film: "Yang Tercinta" (1993)

Film: "Yang Tercinta" (1993)
Produksi Ke 2 Perusahaan Film Keluarga Milik Ikang & Marissa, PT. Rana Artha Mulia FIlms

Film: "TInggal Lands Buat Kekasih" (Skenario Manis Allah SWT untuk Ikang & Marissa)

Film: "TInggal Lands Buat Kekasih" (Skenario Manis Allah SWT untuk Ikang & Marissa)
Ikang Fawzi & Marissa Haque Berjodoh Luar dan Dalam Film karena Sophan Sophiaan & Rima Melati (1984)

Film: "Biarkan Bulan Itu"; Sutradara: Arifin. C. Noer; Produksi: PT Rapi Films

Film: "Biarkan Bulan Itu"; Sutradara: Arifin. C. Noer; Produksi: PT Rapi Films
Ikang Fawzi & Marissa Haque di Nominasikan sebagai Pemeran Utama Terbaik FFI 1987

Entri Populer

Sketch of a Mosque

Sketch of a Mosque
Marissa Haque dan Islam